Pages


Jumat, 18 Januari 2013

PRESPEKTIF PERILAKU KONSUMEN


T
1.      Deskripsikan empat elemen model analisis Perilaku Konsumen.
a)      Afeksi (affect) dan kognisi (cognitive)
Elemen afeksi dan kognisi merupakan dua tipe tanggapan internal psikologis pada diri konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi mengacu pada tanggapan perasaan sedangkan kognitif melibatkan tanggapan mental (pemikiran). Afeksi dan kognisi ditimbulkan oleh system afeksi dan kognisi secara berurutan, walaupun berbeda namun saling terkait.
1)      Kognisi (kognitive)
Secara harfiah, arti dari kognisi adalah “pengetahuan”, sedangkan pengetahuan konsumen itu sendiri berarti jumlah pengalaman atau informasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu barang atau jasa tertentu (Moven & Minor,2003). Pengetahuan tentang suatu barang atau jasa tertentu  dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan yang tertanam dalam memori. Aspek kognitif biasa terjadi melalui proses berpikir sadar ataupun dapat terjadi secara tidak sadar. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara satu konsumen dengan konsumen yang lain. Kepercayaan tentang atribut suatu produk biasanya dievaluasi secara alami. Sehingga konsumen mamapu membandingkan suatu produk dengan produk lain dan membuat keputusan yang baik dan tepat terhadap produk yang dipilihnya tersebut.
2)      Afeksi (affect)
Perasaan dan reaksi emosional kepada suatu objek tertentu yang menunjukkan komponen afektif dari sikap. Konsumen yang menyukai suatu produk merupakan hasil dari emosi atau evaluasi afektif dari suatu produk. Evaluasi ini terbentuk tanpa adanya informasi kognitif atau kepercayaan tentang produk tersebut. Atau merupakan hasil evaluasi dari penampilan produk pada setiap atributnya. Tanggapan afeksi beragam, misal penilaian positif atau negatif dan rasa suka atau tidak suka.Umumnya keyakinan konsumen akan suatu produk melekat erat dengan perasaannya. Emosi yang melekat pada keyakinan konsumen sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi internal individunya. Jelasnya perasaan suka atau tidak suka ini banyak ditentukan oleh keyakinan konsumen, namun belum tentu setiap konsumen yang memiliki keyakinan yang sama akan menunjukkan emosi yang sama. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki situasi latar belakang yang berbeda.
Perasaan yang merupakan hasil evaluasi dari atribut produk ini dapat juga mempengaruhi keyakinan konsumen bahkan bisa merubah keyakinannya (Ferrinadewi, 2008). Tanggapan afeksi diciptakan oleh system afektif yang mempunyai 5 sifat dasar yaitu, umumnya relative, memiliki control langsung yang kecil, secara fisik ada di dalam tubuh manuasia, dan dapat menanggapi berbagai jenis rangsangan.
Menurut Peter dan Olson (1999), afeksi (affect) dan kognisi (cognition) mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi melibatkan perasaan, sementara kognisi melibatkan pemikiran. Tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Kognisi mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap lingkungannya. Misalnya, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga didalamya proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian dan pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian masa lalu, pembentukan evaluasi, dan pembuatan keputusan pembelian. Sementara berbagai aspek kognisi adalah proses berpikir sadar, dimana proses kognisi dilakukan secara tak sadar dan otomatis. Sehingga baik afeksi maupun kognisi sangat dibutuhkan untuk memahami perilaku konsumen.
b)      Lingkungan konsumen
         Lingkungan konsumen terbagi ke dalam 2 macam, yaitu
Ø  Lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan orang sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan sosial adalah orang-orang lain yang berada di sekeliling konsumen dan termasuk perilaku dari orang-orang tersebut.
Berdasarkan kedekatannya dengan konsumen, lingkungan konsumen terbagi dalam lingkungan makro dan lingkungan mikro.
ü  Lingkungan mikro adalah lingkungan yang sangat dekat dengan konsumen, yang berinteraksi langsung dengan konsumen. Lingkungan mikro akan mempengaruhi perilaku, sikap, dan kognitif konsumen tertentu secara langsung. Keluarga yang tinggal dengan konsumen adalah lingkungan mikro.
ü  Lingkungan makro adalah lingkungan yang jauh dari konsumen. Lingkungan makro berskala luas, seperti sistem politik dan hukum, ekonomi, sosial, budaya. Contoh : penurunan dolar akan mempengaruhi daya beli konsumen.
Ø  Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berbentuk fisik di sekeliling konsumen. Yang termasuk lingkungan fisik adalah beragam produk, toko, lokasi toko, dan lain-lain. Contoh : rumah adalah lingkungan mikro fisik dari konsumen, karena akan mempengaruhi sikap dan perilaku secara langsung (Sumarwan, 2003).
Lingkungan (environment) mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Termasuk didalamnya benda-benda, tempat, dan orang lain yang mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen serta perilakunya.  Bagian penting dari lingkungan adalah rangsangan fisik dan sosial yang diciptakan oleh pemasar untuk mempengaruhi konsuman. Termasuk didalamnya adalah produk, iklan, pernyataan verbal oleh salesman, label harga, lampu tanda, dan toko. Semua hal tersebut sangat diperlukan dalam memahami perilaku konsumen (Peter dan Olson, 1999). Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.
c)       Perilaku (behaviour)
Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya (Ferrinadewi, 2008).
Sebagian dari perilaku konsumen seperti memandangi produk di rak, memungut dan meneliti bungkus, mengarahkan roda kereta dan seterusnya tidak akan menarik perhatian seorang manajer pemasaran, beberapa perilaku memiliki pengaruh penting bagi afeksi dan kognisi konsumen serta pembelian dadakan yang dilakukan, contohnya jika tidak melalui lorong tempat sereal sarapan dijual, konsumen tidak akan melihat dan membeli sereal yang dijual. (Peter dan Olson, 1999)
d)      Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah bagian dari lingkungan serta terdiri dari berbagai rangsangan fisik dan sosial. Termasuk di dalam rangsangan tersebut adalah produk dan jasa, materi promosi atau iklan, tempat pertukaran atau toko eceran, dan informasi harga atau label harga yang ditempel pada produk. Penerapan strategi pemasaran melibatkan penempatan rangsangan pemasaran tersebut di lingkungan konsumen agar dapat mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku mereka.
Startegi pemasaran dapat mempengaruhi setiap elemen lainnya (seperti afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungan) dan sebaliknya, dapat dipengaruhi oleh setiap faktor tersebut. Contohnya, penempatan papan iklan jasa layanan mobil di dekat pintu keluar jalan tol mengubah tata ruang (lingkungan) dan dapat mengubah keinginan konsumen (kognisi) untuk berhenti membeli bensin, dan pada akhirnya mendorong konsumen berbelanja di toko sekitarnya., Adanya strategi pemasaran yang diciptakan oleh pemasar akan mampu mempengaruhi perasaan dan pemikiran seseorang, selain itu strategi pemasaran ini menstimulus afeksi dan kognisi seseorang melalui lingkunganya. Hubungan-hubungan di atas pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan yang disebut dengan perilaku seorang konsumen.

2.      Jelaskan bahwa hubungan timbal balik lebih mencerminkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen dari pada hubungan satu arah atau sebab akibat!
            Secara umum, sebagian besar pendekatan mengacu pada hubungan satu arah sebab dan akibat. Misalnya, beberapa periset kognitif hanya pada dampak kausal dari faktor kognitif pada perilaku, sementara beberapa periset lainnya berorientasi perilaku berfokus hanya pada dampak kausal lingkungan pada perilaku. Meskipun pendekatan satu arah tersebut memiliki nilai, pendekatan ini dapat membuat para periset dan pemasar strategis melupakan hubungan lain yang ada antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini dipercaya bahwa akan sangat berguna untuk memandang hubungan antara elemen-elemen ini sebagai suatu interaksi yang berkesinambungan, yang disebut sebagai penetapan timbal balik (resiprocal determinism). Timbal balik mengacu pada aksi saling menguntungkan di antara faktor, dan penetapan mengindikasikan dampak yang diakibatkan oleh faktor tersebut. Dengan demikian penetapan timbal balik berarti setiap elemen pada model menyebabkan elemen lain, dan sebaliknya, disebabkan oleh elemen lainnya, biasanya dalam suatu urutan kejadian yang berkesinambungan. Contoh : selera pribadi melibatkan afeksi dan kognisi; menonton tv adalah sumber informasi, dan acara tv serta ketersediaannya adalah bagian dari lingkungan tv. Berdasarkan contoh di atas, digambarkan adanya hubungan satu arah yang mungkin di antara afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan. Jelaslah bahwa setiap elemen dari model mempengaruhi dan dipengaruhi oleh elemen yang lain; dengan demikian mereka ditetapkan secara timbal balik. Oleh karena itu, hubungan satu arah sebab akibat yang sederhanapun tidak mampu memberikan penjelasan lengkap bahkan untuk kejadian sederhana. Pasti selalu ada keragaman interaksi kausal yang terlibat (Peter dan Olson, 1999). Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.
3.      Analisis menyeluruh perilaku konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan. Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.
4.       Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan berfokus pada perilaku.
5.      Model bersifat dinamis; memandang perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen seringkali dengan cepat menjadi basi.
6.      Model dapat diterapkan pada berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu), atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan pemasaran dengan baik.
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak kausal. Hubungan sebab akibat : Konsumen cenderung melalui proses yang lebih kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search). Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).
         Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual processes) dan proses belajar (learning processes).
Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:
1.      Attention, merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.
2.      Stimulus ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari informasi yang diterima.
3.      perceptual bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang diterima.
4.      overt search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.
Variabel proses belajar terdiri dari: motif, yaitu suatu dorongan dari dalam diri untuk mencapai tujuan membeli. Choice criteria (kriteria memilih), yaitu seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi pertimbangan.
brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek barang yang akan dibeli.
5.      attitude (sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan.
6.      confidence (kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.
perilaku konsumen pada dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen / pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen (pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
           Keadaan tersebut cukup menunjukkan fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang
3.       Aplikasikan contoh model pengambilan keputusan pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu dan organisasi!
    
       Analisis konsumen individu dalam model pengambilan keputusan pembelian sawi organic. Model yang sederhana mengenai perilaku konsumen dikembangkan oleh Joe Kent Kerby. Kesederhanaan model ini sangat bermanfaat untuk mengetahui dasar-dasar perilaku konsumen. Jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Model perilaku konsumen dari Kerby (Mangkunegara, 1988)
       Stimulus akan menimbulkan pengenalan kebutuhan konsumen. Apabila situasi tidak bersifat rutin, akan timbul motivasi untu melakukan kegiatan, mengevaluasi alternatif, dan dapat memuaskan kebutuhan. Dengan demikian akan dihasilakan aktivitas bertujuan (melakukan kegiatan terarah pada tujuan untuk memuaskan kebutuhan). Aktivitas tersebut akan menjadi kebiasaan apabila dievaluasi sebagai respon yang selalu dapat memuaskan secara optimal.
Mediational center merupakan pusat berpikir seluruh proses dalam bekerjanya variabel yang ada pada bagan. Variabel eksogen (exogenous variable) dari model Howard dan Sheth ditujukan pada model Kerby sebagai faktor manusia dan faktor sosial.
Faktor manusianya adalah persepsi, sikap, belajar, kepribadian, perhatian, daya ingat, dan keterbatasan ekonomi. Sedangkan faktor sosial adalah persaingan, tingkat sosial, kelompok anutan, dan lingkungan budaya (Mangkunegara, 1988).
Contoh Aplikasi : Ibu Dina mendapat informasi tentang buah organik, pada saat membaca koran. Kemudian bu Dina menuju ke Istana Buah Organik untuk melihat-lihat (stimulus). Saat melewati lorong rak buah bu Dina mengetahui tentang kondisi fisik buah organik, harga buah organik (need recognition). Bu Dina ingin mengetahui lebih lanjut mengenai  jeruk organik, bagaimana kelebihannya dibanding dengan jeruk anorganik secara rinci. Maka, ia pun bertanya pada pramuniaga. Saat pramuniaga menjelaskan, maka ibu Dina mendapat informasi yang lebih rinci tentang jeruk organic dari pramuniaga (atention). Penjelasan dari pramuniaga tersebut menimbulkan keinginan yang semakin kuat untuk membeli jeruk organik (motivation). Setelah termotivasi, ibu Dina merasa cocok dengan jeruk organik yang ada di rak. Dan dia berfikir bahwa jeruk organik tersebut dapat memuaskan kebutuhannya (satisfier evaluation). Ibu Dina kemudian memutuskan untuk membeli jeruk organik tersebut. Setelah melakukan pembelian, ibu Dina melakukan evaluasi terhadap jeruk organik yang dibelinya. Apabila cocok ditandai dengan adanya kepuasan, dan begitu pula dengan sebaliknya (action evaluation). Jika jeruk organik yang dibeli ternyata mampu memberikan kepuasan, maka akan menjadikan kebiasaan untuk membelinya lagi (habit). Pusat pemikiran bu Dina dalam melakukan berbagai keputusan diatas dipengaruhi oleh faktor person dan faktor sosial.
Klasifikasi tahapan :
Person Factor : kognisi
Mediational Center : diri sendiri
Social Factor : lingkungan
Stimuli : strategi
Need Recognition : afeksi
Tension : afeksi
Motivation : afeksi 
Satisfier Evaluation : afeksi
Action Evaluation : perilaku
Habit : perilaku
Perposive Action : perilaku
Analisis konsumen Organisasi dalam model pengambilan keputusan pembelian jeruk organic. Model ini merupakan pengembangan terhadap model perilaku konsumen dari Howard dan Sheth. Secara umum model ini berbeda dari model aslinya. Model ini merupakan model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat keputusan membeli dalam suatu organisasi.  Model ini mempunyai kesamaan dengan model aslinya, antara lain stimulus = information source, dan output (the suplier or brand choice). Penambahan di model Sheth ini ialah keputusan di ambil oleh kelompok. Oleh karena itu, penambahan pada proses belajar dan persepsi individu dalam model Sheth dimasukkan ke dalam proses interpersonal seperti resolusi konflik dan negosiasi (Mangkunegara, 1988).

Contoh Aplikasi : Melalui tren yang ada saat ini, masyarakat sedang gencar-gencarnya melakukan pola hidup sehat, salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi sayuran organik (information source). Melihat peluang yang menjanjikan tersebut sebuah hypermarket mulai membidik peluang bisnis dalam pengadaan sayuran organik. Pihak Quality Control menghendaki sayuran organik yang mempunyai kualitas baik. Sedangkan manajer keuangan mengharapkan dapat memperoleh sayuran organik dari suplier dengan harga yang rendah (expectation). Dari kedua belah pihak tersebut menyadari bahwa jika terus-menerus mencari sayuran organik yang murah dengan kualitas prima, maka perusahaan akan kehilangan peluang untuk menyediakan sayuran organik yang dibutuhkan konsumen (industrial buying process).
Kedua perbedaan pemikiran tersebut dapat dinegosiasikan (conflict resolution) sehingga diperoleh suatu keputusan untuk memilih suplier sayuran organik yang mampu memberikan kualitas dan harga yang pantas dan memenuhi syarat bagi perusahaan (suplier and brand choice).




DAFTAR PUSTAKA

Amirullah. 2001. Perilaku Konsumen. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Anominous.2012.Prespektif Perilaku Konsumen .http://arsipkuliah.blogspot.com/2009/12/perspektif-perilaku-konsumen.html di akses pada 15 Sepetember 2012
Anonimous.2012.Perilaku Konsumen .http://slametwidodo89.blogspot.com/2011/02/perilaku-konsumen.html di akses pada 15 September 2012
Ferrinadewi, Erna. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen. Implikasi pada Strategi Pemasaran.  Graha Ilmu. Yogyakarta
Mangkunegara, A. Prabu. 1988. Perilaku Konsumen. Eresco. Bandung
Mowen, John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Peter, J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Erlangga. Jakarta
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar