T
1.
Deskripsikan
empat elemen model analisis Perilaku Konsumen.
a) Afeksi
(affect) dan kognisi (cognitive)
Elemen
afeksi dan kognisi merupakan dua tipe tanggapan internal psikologis pada diri
konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung. Afeksi mengacu
pada tanggapan perasaan sedangkan kognitif melibatkan tanggapan mental (pemikiran).
Afeksi dan kognisi ditimbulkan oleh system afeksi dan kognisi secara berurutan,
walaupun berbeda namun saling terkait.
1) Kognisi
(kognitive)
Secara harfiah, arti
dari kognisi adalah “pengetahuan”, sedangkan pengetahuan konsumen itu sendiri
berarti jumlah pengalaman atau informasi yang dimiliki oleh seseorang terhadap
suatu barang atau jasa tertentu (Moven & Minor,2003). Pengetahuan tentang
suatu barang atau jasa tertentu dapat
diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan yang tertanam dalam memori. Aspek
kognitif biasa terjadi melalui proses berpikir sadar ataupun dapat terjadi
secara tidak sadar. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara
satu konsumen dengan konsumen yang lain. Kepercayaan tentang atribut suatu
produk biasanya dievaluasi secara alami. Sehingga konsumen mamapu membandingkan
suatu produk dengan produk lain dan membuat keputusan yang baik dan tepat
terhadap produk yang dipilihnya tersebut.
2) Afeksi
(affect)
Perasaan dan reaksi
emosional kepada suatu objek tertentu yang menunjukkan komponen afektif dari
sikap. Konsumen yang menyukai suatu produk merupakan hasil dari emosi atau
evaluasi afektif dari suatu produk. Evaluasi ini terbentuk tanpa adanya
informasi kognitif atau kepercayaan tentang produk tersebut. Atau merupakan
hasil evaluasi dari penampilan produk pada setiap atributnya. Tanggapan afeksi
beragam, misal penilaian positif atau negatif dan rasa suka atau tidak suka.Umumnya
keyakinan konsumen akan suatu produk melekat erat dengan perasaannya. Emosi
yang melekat pada keyakinan konsumen sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi
internal individunya. Jelasnya perasaan suka atau tidak suka ini banyak
ditentukan oleh keyakinan konsumen, namun belum tentu setiap konsumen yang
memiliki keyakinan yang sama akan menunjukkan emosi yang sama. Hal ini disebabkan
karena masing-masing individu memiliki situasi latar belakang yang berbeda.
Perasaan yang merupakan hasil evaluasi dari atribut produk ini dapat juga
mempengaruhi keyakinan konsumen bahkan bisa merubah keyakinannya (Ferrinadewi,
2008). Tanggapan afeksi diciptakan oleh system afektif yang mempunyai 5 sifat
dasar yaitu, umumnya relative, memiliki control langsung yang kecil, secara
fisik ada di dalam tubuh manuasia, dan dapat menanggapi berbagai jenis
rangsangan.
Menurut Peter dan Olson (1999), afeksi (affect) dan
kognisi (cognition) mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang
dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang berlangsung.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi melibatkan perasaan, sementara
kognisi melibatkan pemikiran. Tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam
penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, dan dalam
intensitas atau tingkat pergerakan badan. Kognisi mengacu pada proses mental
dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan seseorang terhadap
lingkungannya. Misalnya, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan yang didapat orang
dari pengalamannya dan yang tertanam dalam ingatan mereka. Termasuk juga
didalamya proses psikologis yang terkait dengan pemberian perhatian dan
pemahaman terhadap aspek-aspek lingkungan, mengingat kejadian masa lalu,
pembentukan evaluasi, dan pembuatan keputusan pembelian. Sementara berbagai
aspek kognisi adalah proses berpikir sadar, dimana proses kognisi dilakukan
secara tak sadar dan otomatis. Sehingga baik afeksi maupun kognisi sangat
dibutuhkan untuk memahami perilaku konsumen.
b) Lingkungan
konsumen
Lingkungan konsumen terbagi ke dalam 2
macam, yaitu
Ø Lingkungan
sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan orang
sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan sosial adalah orang-orang
lain yang berada di sekeliling konsumen dan termasuk perilaku dari orang-orang
tersebut.
Berdasarkan kedekatannya dengan konsumen, lingkungan konsumen terbagi dalam
lingkungan makro dan lingkungan mikro.
ü Lingkungan
mikro adalah lingkungan yang sangat dekat dengan konsumen, yang berinteraksi
langsung dengan konsumen. Lingkungan mikro akan mempengaruhi perilaku, sikap,
dan kognitif konsumen tertentu secara langsung. Keluarga yang tinggal dengan
konsumen adalah lingkungan mikro.
ü Lingkungan
makro adalah lingkungan yang jauh dari konsumen. Lingkungan makro berskala
luas, seperti sistem politik dan hukum, ekonomi, sosial, budaya. Contoh :
penurunan dolar akan mempengaruhi daya beli konsumen.
Ø Lingkungan
fisik adalah segala sesuatu yang berbentuk fisik di sekeliling konsumen. Yang
termasuk lingkungan fisik adalah beragam produk, toko, lokasi toko, dan
lain-lain. Contoh : rumah adalah lingkungan mikro fisik dari konsumen, karena
akan mempengaruhi sikap dan perilaku secara langsung (Sumarwan, 2003).
Lingkungan (environment) mengacu pada
rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Termasuk
didalamnya benda-benda, tempat, dan orang lain yang mempengaruhi afeksi dan
kognisi konsumen serta perilakunya. Bagian
penting dari lingkungan adalah rangsangan fisik dan sosial yang diciptakan oleh
pemasar untuk mempengaruhi konsuman. Termasuk didalamnya adalah produk, iklan,
pernyataan verbal oleh salesman, label harga, lampu tanda, dan toko. Semua hal
tersebut sangat diperlukan dalam memahami perilaku konsumen (Peter dan Olson,
1999). Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses
keputusan mereka dipengaruhi oleh budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,
keluarga, dan situasi.
c)
Perilaku (behaviour)
Keyakinan
dan rasa suka pada suatu produk akan mendorong konsumen melakukan tindakan
sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya (Ferrinadewi, 2008).
Sebagian dari perilaku konsumen seperti memandangi produk di rak, memungut dan
meneliti bungkus, mengarahkan roda kereta dan seterusnya tidak akan menarik
perhatian seorang manajer pemasaran, beberapa perilaku memiliki pengaruh penting
bagi afeksi dan kognisi konsumen serta pembelian dadakan yang dilakukan,
contohnya jika tidak melalui lorong tempat sereal sarapan dijual, konsumen
tidak akan melihat dan membeli sereal yang dijual. (Peter dan Olson, 1999)
d)
Strategi Pemasaran
Strategi
pemasaran adalah bagian dari lingkungan serta terdiri dari berbagai rangsangan
fisik dan sosial. Termasuk di dalam rangsangan tersebut adalah produk dan jasa,
materi promosi atau iklan, tempat pertukaran atau toko eceran, dan informasi
harga atau label harga yang ditempel pada produk. Penerapan strategi pemasaran
melibatkan penempatan rangsangan pemasaran tersebut di lingkungan konsumen agar
dapat mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku mereka.
Startegi
pemasaran dapat mempengaruhi setiap elemen lainnya (seperti afeksi dan kognisi,
perilaku, dan lingkungan) dan sebaliknya, dapat dipengaruhi oleh setiap faktor
tersebut. Contohnya, penempatan papan iklan jasa layanan mobil di dekat pintu
keluar jalan tol mengubah tata ruang (lingkungan) dan dapat mengubah keinginan
konsumen (kognisi) untuk berhenti membeli bensin, dan pada akhirnya mendorong
konsumen berbelanja di toko sekitarnya., Adanya strategi pemasaran yang
diciptakan oleh pemasar akan mampu mempengaruhi perasaan dan pemikiran
seseorang, selain itu strategi pemasaran ini menstimulus afeksi dan kognisi
seseorang melalui lingkunganya. Hubungan-hubungan di atas pada akhirnya
menimbulkan suatu tindakan yang disebut dengan perilaku seorang konsumen.
2.
Jelaskan
bahwa hubungan timbal balik lebih mencerminkan fenomena riil dalam proses
pengambilan keputusan konsumen dari pada hubungan satu arah atau sebab akibat!
Secara umum, sebagian besar
pendekatan mengacu pada hubungan satu arah sebab dan akibat. Misalnya, beberapa
periset kognitif hanya pada dampak kausal dari faktor kognitif pada perilaku,
sementara beberapa periset lainnya berorientasi perilaku berfokus hanya pada
dampak kausal lingkungan pada perilaku. Meskipun pendekatan satu arah tersebut
memiliki nilai, pendekatan ini dapat membuat para periset dan pemasar strategis
melupakan hubungan lain yang ada antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan
lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini dipercaya bahwa akan sangat berguna
untuk memandang hubungan antara elemen-elemen ini sebagai suatu interaksi yang
berkesinambungan, yang disebut sebagai penetapan timbal balik (resiprocal
determinism). Timbal balik mengacu pada aksi saling menguntungkan di antara
faktor, dan penetapan mengindikasikan dampak yang diakibatkan oleh faktor
tersebut. Dengan demikian penetapan timbal balik berarti setiap elemen pada
model menyebabkan elemen lain, dan sebaliknya, disebabkan oleh elemen lainnya,
biasanya dalam suatu urutan kejadian yang berkesinambungan. Contoh : selera
pribadi melibatkan afeksi dan kognisi; menonton tv adalah sumber informasi, dan
acara tv serta ketersediaannya adalah bagian dari lingkungan tv. Berdasarkan
contoh di atas, digambarkan adanya hubungan satu arah yang mungkin di antara
afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan. Jelaslah bahwa setiap elemen dari
model mempengaruhi dan dipengaruhi oleh elemen yang lain; dengan demikian
mereka ditetapkan secara timbal balik. Oleh karena itu, hubungan satu arah
sebab akibat yang sederhanapun tidak mampu memberikan penjelasan lengkap bahkan
untuk kejadian sederhana. Pasti selalu ada keragaman interaksi kausal yang terlibat
(Peter dan Olson, 1999). Menurut Peter dan Olson (1999) empat hal penting dapat
dibuat mengenai penetapan timbal balik dan hubungan antara elemen pada model.
3.
Analisis menyeluruh perilaku
konsumen harus mempertimbangkan ketiga elemen tersebut secara keseluruhan.
Penjabaran perilaku konsumen didasarkan pada satu atau dua elemen tidaklah
lengkap. Contohnya, menyatakan bahwa afeksi dan kognisi menyebabkan perilaku
berarti meniadakan pengaruh lingkungan, menyepelekan sifat dinamis perilaku
konsumen, dan dapat membuat strategi pemasaran menjadi kurang efektif.
4.
Pentingnya menyadari bahwa sebagian dari
ketiga elemen tersebut dapat menjadi titik awal analisis konsumen. Pada contoh
tenteng televisi, analisis dimulai dengan selera konsuman; kita dapat
memualainya dengan perilaku menonton TV atau dengan lingkungan program
televisi. Meskipun demikian, karena pemasar kadangkala tertarik untuk
mempengaruhi perilaku, analisis konsumen seringkali harus dimulai dengan
berfokus pada perilaku.
5.
Model bersifat dinamis; memandang
perilaku konsumen sebagai suatu proses perubahan yang berkelanjutan. Mungkin
kita dapat memberikan penjabaran yang baik tentang konsumen berdasarkan elemen
tersebut pada suatu waktu, tetapi pada saat yang bersamaan sebagian dari elemen
tersebut mungkin telah berubah. Oleh karena itu, hasil dari riset konsumen
seringkali dengan cepat menjadi basi.
6.
Model dapat diterapkan pada
berbagai tingkatan analisis. Yaitu, dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan
serta perubahan diantara afeksi dan kognisi, perilaku, serta lingkungan untuk
seorang konsumen, satu grup konsumen (misalnya suatu target pasar tertentu),
atau untuk masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, kita percaya bahwa model
tersebut adalah model umum yang dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan
pemasaran dengan baik.
Dalam proses pengambilan keputusan, hubungan
sebab-akibat kurang mencerminkan fenomena riil yang ada. Hal itu dikarenakan
pada umumnya konsumen tidak semata-mata membandingkan dan memilih berbagai
macam produk dan memilih satu produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Seperti
halnya yang digambarkan dalam hubungan sebab-akibat yang berfokus pada dampak
kausal. Hubungan sebab akibat : Konsumen cenderung melalui proses yang lebih
kompleks dalam pengambilan keputusan hingga memperoleh barang yang
dikehendakinya. Seperti yang digambarkan dalam hubungan timbal balik dari
keseluruhan elemen (efeksi dan kognisi, perilaku, lingkungan serta strategi
pemasaran). Adanya stimulus merupakan faktor yang merangsang konsumen untuk
melakukan pengambilan keputusan. Adakalanya konsumen belum mengetahui tentang
barang yang akan dibelinya (stimulus ambiguity). Oleh karena itu konsumen harus
mencari informasi dahulu mengenai barang yang akan dibelinya (overt search).
Setelah itu konsumen memperoleh informasi singkat mengenai barang yang akan
dibelinya (attention). Karena hanya sebagian saja informasi tentang barang itu
yang dapat diingat oleh konsumen tersebut, maka dalam proses memori terjadilah
perceptual bias. Konsumen itu akan dapat mengingat informasi mengenai barang
yang akan dibelinya secara lebih baik apabila ia betul-betul membutuhkan barang
tersebut atau jika ia sebelumnya banyak bertannya mengenai barang tersebut (hal
ini merupakan exogenous variables). Tahap berikutnya merupakan formasi dari
sikap (atitude). Hal ini dilakukan dengan merangkaikan kriteria memilih (choice
criteria) dan memahami merek (brand comprehension). Kemudian konsumen memiliki
kekuatan sikap positif pada suatu merek barang. Hal tersebut tergantung pada
pemahamannya terhadap berbagai merek yang berbeda-beda (confidence), dan
konsumen dapat menentukan apakah ia akan membeli barang tersebut yang sesuai
dengan kebutuhan (intention). Jika konsumen tersebut telah mengetahui bermacam
merek barang yang ia kehendaki, maka ia dapat merencanakan untuk membeli barang
tersebut (output purchase). Apabila konsumen membeli barang sesuai dengan yang
diharapkannya, maka ia akan mendapat kepuasan (satisfaction).
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model perilaku konsumen dengan bentuk hubungan timbal balik
terdapat exogenous variables yang terdiri dari proses pengamatan (perceptual
processes) dan proses belajar (learning processes).
Variabel proses pengamatan (perceptual processes) terdiri dari:
1. Attention,
merupakan reseptor-reseptor indera untuk mengendalikan penerimaan informasi.
2. Stimulus
ambiguity, yaitu ketidakpastian tentang yang diamati dan tidak adanya makna dari
informasi yang diterima.
3. perceptual
bias (penyimpangan pengamatan), yaitu suatu distorsi dari informasi yang
diterima.
4. overt
search (penelusuran nyata), yaitu penelusuran informasi secara aktif.
Variabel proses belajar terdiri dari: motif, yaitu suatu dorongan dari dalam
diri untuk mencapai tujuan membeli. Choice criteria (kriteria memilih), yaitu
seperangkat motif yang berhubungan dengan tingkat produk yang menjadi
pertimbangan.
brand comprehension (pemahaman merek), yaitu pengetahuan tentang berbagai merek
barang yang akan dibeli.
5. attitude
(sikap), yaitu kesukaan pada merek yang didasarkan atas kriteria memilih.
intention (niat, maksud), yaitu prediksi yang meliputi kapan, di mana, dan
bagaimana konsumen bertindak terhadap suatu merek, dan dipengaruhi pula oleh
faktor lingkungan.
6. confidence
(kepercayaan), yaitu keyakinan terhadap suatu merek tertentu.
satisfaction (kepuasan), yaitu tingkat penyesuaian antara kebutuhan denga
pembelian barang yang diharapkan oleh konsumen.
perilaku konsumen pada
dasarnya terbentuk karena adanya interaksi atau komunikasi antara produsen /
pemasar dengan konsumen. Dalam suatu komunikasi yang efektif, dibutuhkan adanya
interaksi aktif antar pelaku komunikasi (komunikan). Interaksi aktif itu
sendiri merupakan perwujudan dari suatu hubungan timbal balik, dimana produsen
(pemasar) memberikan informasi tentang produk yang diinginkan konsumen. Begitu
pula konsumen, ia memberikan informasi (masukan) tentang kriteria produk yang
dia inginkan. Sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan mengembangkan strategi
pemasarannya. Strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan tentunya memiliki
tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produknya, guna
meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
Keadaan tersebut cukup menunjukkan
fenomena riil dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Dimana dalam
gambaran keadaan di atas menunjukkan dominasi peranan suatu hubungan yang
bersifat timbal balik, yaitu antara produsen / pemasok dengan konsumen dalam proses
pengambilan keputusan konsumen, atas pembelian suatu barang
3.
Aplikasikan contoh model pengambilan keputusan
pembelian produk pertanian organik untuk tingkatan analisis konsumen individu
dan organisasi!
Analisis konsumen individu dalam model
pengambilan keputusan pembelian sawi organic. Model yang sederhana mengenai
perilaku konsumen dikembangkan oleh Joe Kent Kerby. Kesederhanaan model ini
sangat bermanfaat untuk mengetahui dasar-dasar perilaku konsumen. Jelasnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Model perilaku konsumen dari Kerby
(Mangkunegara, 1988)
Stimulus akan menimbulkan pengenalan
kebutuhan konsumen. Apabila situasi tidak bersifat rutin, akan timbul motivasi
untu melakukan kegiatan, mengevaluasi alternatif, dan dapat memuaskan
kebutuhan. Dengan demikian akan dihasilakan aktivitas bertujuan (melakukan
kegiatan terarah pada tujuan untuk memuaskan kebutuhan). Aktivitas tersebut
akan menjadi kebiasaan apabila dievaluasi sebagai respon yang selalu dapat
memuaskan secara optimal.
Mediational
center merupakan pusat berpikir seluruh proses dalam bekerjanya variabel yang
ada pada bagan. Variabel eksogen (exogenous variable) dari model Howard dan
Sheth ditujukan pada model Kerby sebagai faktor manusia dan faktor sosial.
Faktor manusianya adalah persepsi, sikap, belajar, kepribadian, perhatian, daya
ingat, dan keterbatasan ekonomi. Sedangkan faktor sosial adalah persaingan,
tingkat sosial, kelompok anutan, dan lingkungan budaya (Mangkunegara, 1988).
Contoh Aplikasi : Ibu Dina mendapat informasi tentang buah organik, pada saat
membaca koran. Kemudian bu Dina menuju ke Istana Buah Organik untuk
melihat-lihat (stimulus). Saat melewati lorong rak buah bu Dina mengetahui
tentang kondisi fisik buah organik, harga buah organik (need recognition). Bu Dina
ingin mengetahui lebih lanjut mengenai jeruk
organik, bagaimana kelebihannya dibanding dengan jeruk anorganik secara rinci.
Maka, ia pun bertanya pada pramuniaga. Saat pramuniaga menjelaskan, maka ibu Dina
mendapat informasi yang lebih rinci tentang jeruk organic dari pramuniaga
(atention). Penjelasan dari pramuniaga tersebut menimbulkan keinginan yang
semakin kuat untuk membeli jeruk organik (motivation). Setelah termotivasi, ibu
Dina merasa cocok dengan jeruk organik yang ada di rak. Dan dia berfikir bahwa jeruk
organik tersebut dapat memuaskan kebutuhannya (satisfier evaluation). Ibu Dina
kemudian memutuskan untuk membeli jeruk organik tersebut. Setelah melakukan
pembelian, ibu Dina melakukan evaluasi terhadap jeruk organik yang dibelinya.
Apabila cocok ditandai dengan adanya kepuasan, dan begitu pula dengan
sebaliknya (action evaluation). Jika jeruk organik yang dibeli ternyata mampu
memberikan kepuasan, maka akan menjadikan kebiasaan untuk membelinya lagi
(habit). Pusat pemikiran bu Dina dalam melakukan berbagai keputusan diatas
dipengaruhi oleh faktor person dan faktor sosial.
Klasifikasi tahapan :
Person Factor : kognisi
Mediational Center :
diri sendiri
Social Factor :
lingkungan
Stimuli : strategi
Need Recognition :
afeksi
Tension : afeksi
Motivation :
afeksi
Satisfier Evaluation :
afeksi
Action Evaluation :
perilaku
Habit : perilaku
Perposive Action :
perilaku
Analisis
konsumen Organisasi dalam model pengambilan keputusan pembelian jeruk organic. Model
ini merupakan pengembangan terhadap model perilaku konsumen dari Howard dan
Sheth. Secara umum model ini berbeda dari model aslinya. Model ini merupakan
model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat keputusan membeli dalam
suatu organisasi. Model ini mempunyai kesamaan
dengan model aslinya, antara lain stimulus = information source, dan output
(the suplier or brand choice). Penambahan di model Sheth ini ialah keputusan di
ambil oleh kelompok. Oleh karena itu, penambahan pada proses belajar dan
persepsi individu dalam model Sheth dimasukkan ke dalam proses interpersonal
seperti resolusi konflik dan negosiasi (Mangkunegara, 1988).
Contoh
Aplikasi : Melalui tren yang ada saat ini, masyarakat sedang gencar-gencarnya
melakukan pola hidup sehat, salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi sayuran
organik (information source). Melihat peluang yang menjanjikan tersebut sebuah
hypermarket mulai membidik peluang bisnis dalam pengadaan sayuran organik.
Pihak Quality Control menghendaki sayuran organik yang mempunyai kualitas baik.
Sedangkan manajer keuangan mengharapkan dapat memperoleh sayuran organik dari
suplier dengan harga yang rendah (expectation). Dari kedua belah pihak tersebut
menyadari bahwa jika terus-menerus mencari sayuran organik yang murah dengan
kualitas prima, maka perusahaan akan kehilangan peluang untuk menyediakan
sayuran organik yang dibutuhkan konsumen (industrial buying process).
Kedua perbedaan
pemikiran tersebut dapat dinegosiasikan (conflict resolution) sehingga
diperoleh suatu keputusan untuk memilih suplier sayuran organik yang mampu
memberikan kualitas dan harga yang pantas dan memenuhi syarat bagi perusahaan
(suplier and brand choice).
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah. 2001. Perilaku Konsumen. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Ferrinadewi,
Erna. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen. Implikasi pada Strategi Pemasaran. Graha Ilmu. Yogyakarta
Mangkunegara,
A. Prabu. 1988. Perilaku Konsumen. Eresco. Bandung
Mowen,
John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Peter,
J. Paul dan Olson. 1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran. Erlangga. Jakarta
Sumarwan,
Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar