Pages


Sabtu, 28 September 2013

AGROFORESTRI : KLASIFIKASI AGROFORESTRI

TUGAS TERSTRUKTUR
AGROFORESTRI
MACAM – MACAM AGROFORESTRI DI INDONESIA


Nama   : Susi susanti
NIM     : 115040100111024
Kelas    : Agroforestri A



PROGAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

1.      Jelaskan berbagai klasifikasi agroforestri dan contoh masing - masing !

Pengklasifikasian agroforestri dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya.
A.    Klasifikasi berdasarkan komponen penyusunya (kehutanan,pertanian dan peternakan) :

·         Agrisilvikultur
Agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen pertanian atau tanaman semusim.
Contoh : Kombinasi tanaman karet (berkayu) dengan ubi kayu

·         Silvopastura
Sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen peternakan seperti binatang ternak .
Contoh : Kombinasi tanaman pinus (berkayu) dengan tanaman pakan ternak

·         Agrosilvopastura
Sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen pertanian sekaligus peternakan dalam unit lahan yang sama.
Contoh : Pekarangan



B.     Klasifikasi berdasarkan istilah teknis yang digunakan
·         Sistem Agroforestri
Sistem agroforestri dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya.
Contoh : agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura.
·         Sub sistem Agroforestri
Sub-sistem agroforestri menunjukkan hirarki yang lebih rendah daripada sistem agroforestri, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Meskipun demikian, sub-sistem agroforestri memiliki ciri-ciri yang lebih rinci dan lingkup yang lebih mendalam.
Contoh : dalam system agroforestri agrisilvikultur masih terdapat beberapa sub system seperti tanaman lorong (alley cropping ) , tumpangsari .

·         Praktek Agroforestri
Praktek dalam agroforestry lebih menjurus kepada operasional pengelolaan lahan yang khas dari agroforestry yang murni didasarkan pada kepentingan/kebutuhan ataupun juga pengalaman dari petani lokal atau unit manajemen yang lain, yang didalamnya terdapat komponen-komponen agroforestry.
Contoh : penanaman pohon-pohon turi di persawahan di Jawa.

·         Teknologi Agroforestri
Merupakan inovasi atau penyempurnaan melalui intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau praktek-praktek agroforestri yang sudah ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Contoh : pengenalan mikoriza atau teknologi penanganan gulma dalam upaya mengkonservasikan lahan alang-alang ke arah sistem agroforestri yang produktif.
C.     Klasifikasi berdasarkan masa perkembanganya
·         Agroforestri tradisional
Menurut Thaman (1988), mendefinisikan agroforestri tradisional atau sebagai ‘setiap sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis
dari keseluruhan sistem (agroecosystem)
            Contoh : pekarangan berbasis pohon

·         Agroforestri Modern

Agroforestri modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih.
Berbeda dengan agroforestri tradisional/klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem
tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam agroforestri modern
Contoh : berbagai model tumpangsari dan penanaman tanaman peneduh  pada perkebunan kakao atau kopi

D.    Klasifikasi berdasarkan zona agroekologi
Di Indonesia ,klasifikasi seperti ini didasarkan pada zona klimatis utama yang terdapa 4 wilayah .
·         Zona Monsoon (di Jawa dan Bali)
Zona ini dicirikan oleh batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan (separo tahun). Seperti contoh tanaman kayu jati akan menggugurkan daunnya pada saat musim kemarau.
DiIndonesia, wilayah ini secara umum lebih subur dibandingkan wilayah tropis lembab (apalagi di Indonesia wilayah monsoon yaitu Jawa memiliki banyak gunung berapi).
·         Zona Tropis lembab (Sumatera,Kalimantan dan sulawesi)

Ekosistem ini memiliki karakter biofisik penting antara lain tingginya curah hujan dan kelembaban udara. Topografi berbukit-bukit dengan dominasi jenis tanah podsolik merah kuning yang memiliki kesuburan (dan berarti daya dukung lahan) yang rendah.
Ekosistem tropis lembab menempati kawasan hutan yang terluas di Indonesia, tersebar dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Meskipun ekosistem tropis lembab sering disebut dengan Mixed Dipterocarps Forest (karena dominasi jenis-jenis pohon komersial dari suku Dipterokarpa), akan tetapi sebutan tersebut lebih ditujukan bagi Hutan Tropis Lembab Dataran Rendah (Lowland Dipterocarps Forests). Di samping itu masih ada Hutan Tropis Lembab Dataran Tinggi (termasuk di dalamnya yang disebut Hutan Pegunungan) dan formasi-formasi edafis seperti misalnya hutan rawa (swamp forests) serta hutan payau (mangrove forests).

·         Zona kering atau semi arid (Nusa Tenggara)

Wilayah ini mencakup kawasan NTT, NTB, sebagian Bali dan Jawa Timur sebagian Sulawesi Selatan/Tenggara dan sebagian Papua bagian selatan. Ciri khas daerah ini adalah perbedaan musim hujan dan kemarau yang sangat menyolok.  Keseimbangan air (water balance) yang khas di daerah ini menuntut pemilihan pola dan jenis tanam yang memadai.
Petani umumnya mengusahakan tanaman pangan hanya dalam musim hujan. Dalam musim kemarau tidak ada peluang untuk mengusahakan tanaman semusim kecuali di daerah yang ada irigasinya. Biasanya pada musim kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan ternak. Dengan demikian tanaman atau pohon dan semak penghasil pakan ternak merupakan salah satu pilihan penting.

·         Zona Kepulauan
Ciri utama pada zona kepulauan adalah lahan terbatas dengan kemiringan yang tinggi, berbatu atau berpasir serta sangat rentan terhadap erosi dan longsoran atau pergerakan tanah jika terjadi hujan lebat, apalagi jika penutupan tanah sangat rendah baik oleh vegetasi alami maupun vegetasi buatan.
Di zona kepulauan di kawasan Nusa Tenggara, umumnya kontras terdapat tanaman pantai dan tanaman di kawasan pegunungan. Konservasi tanah, pemeliharaan ternak dan pengembangan tanaman kelapa di kawasan pantai menjadi ciri utama penanganan ekosistem pertanian dan upaya memperoleh pendapatan. Akhir-akhir ini di kawasan pantai, tanaman kelapa mulai dikombinasikan dengan tanaman perkebunan seperti coklat, cengkeh dan vanili tergantung pada tingkat curah hujan. Tanaman kelapa dipadukan pula dengan pisang dan ubi-ubian yang menjadi pola menu utama pangan masyarakat pantai tradisional.

·         Zona Pegunungan
Zona pegunungan umumnya mempunyai iklim yang lebih dingin dan basah. Agroforestri biasanya dikaitkan dengan pengembangan hortikultura seperti sayuran dan buah-buahan. Kontras dengan dataran rendah, jenis ternak di kawasan pegunungan terbatas.
Kawasan pegunungan umumnya ideal untuk tanaman buah-buahan dan sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan antara tanaman buah-buahan dengan sayuran atau dengan tanaman pangan. Beberapa pohon berkayu yang juga dapat dijumpai di wilayah pegunungan seringkali menjadi bagian dari sistem agroforestri yang dikembangkan, misalnya di Papua banyak dijumpai jenis cemara gunung


1.      Jelaskan berbagai pola kombinasi komponen dalam agroforestri dari sudut tata ruang & dimensi waktu serta berikan contoh masing – masing !

A.    Kombinasi secara tata ruang
Penyebaran berbagai komponen, khususnya komponen kehutanan dan pertanian, dalam suatu sistem agroforestri dapat secara horizontal (bidang datar) ataupun vertical.
·         Penyebaran secara horizontal
Penyebaran secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang diusahakan untuk agroforesti (dilihat dari atas, sebagaimana suatu potret udara). Penyebaran komponen penyusun agroforestri secara horizontal memiliki berbagai macam bentuk, sebagai berikut:

1)      Pohon-pohon tumbuh secara merata berdampingan dengan tanaman pertanian, baik sifatnya temporer (misalkan dalam sistem tumpangsari) ataupun permanen (dalam hal ini bisa berbentuk berbagai tanaman campuran atau plantation crops and other crops). Penanaman ini yang disebut dengan istilah ‘sistem jalur berselang’ (alternate rows);
2)      Tegakan hutan alam (biasanya bekas tebangan atau logged-over area) yang ditebang jalur untuk penanaman tanaman keras komersial. Termasuk dalam kombinasi yang kedua ini adalah sistem ‘jungle shading’ yang pernah diuji coba pada perkebunan kakao (Cacao theobroma) di Jahab (Kaltim);
3)      Mirip dengan model jalur berselang hanya saja lahan di sini digunakan lebih intensif. Pohon-pohon yang kecil dan mudah dipangkas atau dapat segera dijarangi ditanam di antara pohon-pohon komersial besar dan tanaman pertanian. Contoh antara lain penanaman lamtoro gung dalam sistem tumpangsari di hutan jati di Jawa.
4)      Beberapa jenis pohon yang cepat tumbuh dan cepat menyebar (umumnya dari suku Leguminosae atau Fabaceae) ditanam di sepanjang garis kontur pada daerah-daerah lereng untuk menghindarkan erosi (shelterbelt). Pohon ini seringkali dikombinasikan dengan rumput-rumputan yang sekaligus digunakan sebagai pakan ternak.
5)       Suatu kombinasi antara agrisilvikutur dan silvopastura, di mana pohonpohonan atau perdu-perduan berkayu ditanam di sekeliling lahan pertanian agar berfungsi sebagai pagar hidup (border tree planting);
6)      Tegakan pohon atau perdu tumbuh tersebar secara tidak merata pada lahan pertanian. Dalam hal ini, tidak ada model distribusi yang sistematis (model acak atau random). Contoh nya adalah permudaan alam pada hutan sekunder selama masa bera dalam kegiatan perladangan berpindah.
7)      Pohon-pohonan (tumbuhan berkayu) dan tanaman pertanian ditanam dalam bentuk jalur/lorong. Fungsi utama pohon-pohonan (tumbuhan berkayu) adalah sebagai pelindung bagi tanaman pertanian yang ada. Contoh dari desain kombinasi ini adalah berbagai bentuk tanaman lorong.
8)      Tegakan pohon atau perdu berkayu tumbuh secara berkelompok (cluster) pada suatu lahan pertanian (atau lahan yang diberakan/diistirahatkan). Komponen pohon, perdu dan lain-lainnya dapat hadir secara alami (dan selanjutnya dipelihara) maupun sengaja ditanam (dibudidayakan). Contoh untuk pola ini adalah sistem kebun hutan tradisional (traditional forestgardens);
9)      Pohon atau perdu berkayu ditempatkan di sekeliling petak atau ditempatkan pada sisi-sisi petak yang disebut sebagai trees along border atau sistem kotak (box system). Contoh percobaan pada perkebunan kakao di Kalimantan Timur.

·         Penyebaran secara vertical
            Penyebaran vertical dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun agroforestri berdasarkan bidang samping atau penampang melintang (cross-section). Yang terlihat bukan hanya strata kombinasi, tetapi juga kemerataan distribusi masing-masing jenis. Keseluruhan dari penyebaran horizontal di atas juga dapat dikombinasikan dengan penyebaran vertikal, yaitu:


1)      Merata dengan beberapa strata
Di mana komponen kehutanan dan pertanian tersebar pada sebidang lahan dengan strata yang sistematis. Kondisi ini umumnya dijumpai pada bentuk-bentuk agroforestri yang modern dan berskala komersial.
Contohnya pohon karet ditanam berbaris teratur dan ubikayu ditanam dalam lorongnya.
2)      Tidak merata
Di mana komponen kehutanan dan pertanian tersusun dalam strata yang tidak beraturan (acak/random) pada sebidang lahan. Struktur tidak merata lebih banyak dijumpai pada agroforestri tradisional yang lebih polikultur. Struktur ini sangat berkaitan dengan diversitas (diversity), atau aspek kelimpahan jenis (species richness) dan kemerataannya (eveness).
Contoh terdiri dari kelapa, kayu manis, pisang, pepaya, surian dan kapulaga .
           

B.     Kombinasi menurut dimensi waktu

Pengkombinasian secara tata waktu dimaksudkan sebagai durasi interaksi antara komponen kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan. Kombinasi tersebut tidak selalu nampak di lapangan, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa suatu bentuk pemanfaatan lahan tidak dapat dikategorikan sebagai agroforestri.
Contoh :
·         Kebun rotan pada masyarakat Dayak di Kalimantan yang dikategorikan sebagai agrisilvikultur. Bagi yang tidak memahami sistem pola perladangan akan sulit mengkategorikannya sebagai agroforestri. Padahal, masa bercocok tanam padi hanya berkisar 1-3 tahun, sedangkan masa budidaya rotannya (dari penanaman hingga tidak produktif lagi dan diubah kembali menjadi ladang) bisa mencapai puluhan tahun
·         Hutan jati di Jawa pada umur di atas lima tahun, pada umumnya tidak lagi dapat dijumpai tanaman palawija sebagai tanaman sela (tumpangsari), sehingga murni sebagai ekosistem hutan tanaman.

Kombinasi agroforestri menurut kombinasi waktu dapat dibedakan menjadi 2 , yaiitu :

1)      Kombinasi permanen

Terdiri dari komponen kehutanan dengan paling sedikit satu dari komponen pertanian dan peternakan.Dalam kombinasi ini dapat di temukan 3 kemungkinan :
·            Kombinasi komponen kehutanan, pertanian, dan peternakan berkesinambungan selama lahan digunakan (co-incident). Sebagai contoh, berbagai bentuk kebun pekarangan (home gardens) yang dapat dijumpai di banyak wilayah nusantara.
·            Pemeliharaan tegakan/pohon-pohon secara permanen pada lahan-lahan pertanian sebagai sarana memperbaiki lahan, tanaman pelindung, atau penahan air. Sebagai contoh, penanaman pohon-pohon turi (Sesbania grandifora) pada pematang-pematang sawah di Jawa, pohon pelindung pada perkebunan komersial (kopi, kakao);
·            Pemeliharaan/penggembalaan ternak secara tetap (berjangka waktu tahunan) pada lahan-lahan hutan/bertumbuhan kayu, tanpa melihat pada umur tegakan. Contoh–contoh dapat dijumpai pada wilayah-wilayah kering/semi arid.

3)      Kombinasi sementara
·         Penggembalaan ternak atau kehadiran hewan di kawasan berhutan/bertumbuhan kayu hanya dilakukan pada musim-musim tertentu (continous interpolated). Contoh kehadiran berbagai satwa hutan (terutama jenis-jenis burung) di kebun-kebun hutan dan kebun pekarangan pada saat musim buah (khususnya bulan-bulan Desember hingga Maret)
·         Penggembalaan ternak atau kehadiran hewan di kawasan berhutan/bertumbuhan kayu pada awalnya dibatasi dengan pertimbangan keselamatan permudaan. Akan tetapi dengan pertambahan umur tegakan, pembatasan ini semakin diperlonggar.
·         Di Sahel (satu kawasan di Afrika), pohon Acacia albida tumbuh permanen pada lahan usaha dan pada musim hujan memberikan perlindungan dan pupuk hijau bagi tanaman gandum. Pada musim kering menghasilkan buah sebagai makanan ternak yang juga digembalakan pada lahan tersebut.
·         Pemanfaatan secara periodik lahan-lahan pertanian untuk produksi kayu
·         Setelah persiapan lahan kawasan hutan/kebun, petani diperkenankan menggunakannya sementara untuk tanaman sela musiman dan sekaligus memelihara tanaman pokok kehutanan. Setelah 3-5 tahun, maka usaha pertanian harus dihentikan. Pemanfatan tumpang tindih seperti ini dijumpai luas pada sistem-sistem tumpangsari (taungya) baik di Jawa (di hutan Jati) atau di luar Jawa;
·         Pemakaian lahan secara bergantian antara kehutanan dan peternakan.


2.      Apakah manfaat memahami pengklasifikasian dan/atau pola kombinasi komponen yang menyusun agroforestri !

Pengklasifikasian membantu dalam menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestri yang dijumpai di lapangan secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat atau para pemilik lahan.




DAFTAR PUSTAKA

Sardjono, Mustofa Agung , dkk.2003.Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office . Bogor


0 komentar:

Posting Komentar