TUGAS
TERSTRUKTUR
AGROFORESTRI
MACAM
– MACAM AGROFORESTRI DI INDONESIA
Nama : Susi susanti
NIM : 115040100111024
Kelas : Agroforestri A
PROGAM
STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2013
1. Jelaskan
berbagai klasifikasi agroforestri dan contoh masing - masing !
Pengklasifikasian agroforestri dapat
didasarkan pada berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya.
A. Klasifikasi
berdasarkan komponen penyusunya (kehutanan,pertanian dan peternakan) :
·
Agrisilvikultur
Agrisilvikultur
adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan atau
tanaman berkayu dengan komponen pertanian atau tanaman semusim.
Contoh
: Kombinasi tanaman karet (berkayu) dengan ubi kayu
·
Silvopastura
Sistem agroforestri yang
mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen
peternakan seperti binatang ternak .
Contoh : Kombinasi tanaman pinus
(berkayu) dengan tanaman pakan ternak
·
Agrosilvopastura
Sistem agroforestri yang
mengkombinasikan komponen kehutanan atau tanaman berkayu dengan komponen
pertanian sekaligus peternakan dalam unit lahan yang sama.
Contoh : Pekarangan
B. Klasifikasi
berdasarkan istilah teknis yang digunakan
·
Sistem
Agroforestri
Sistem
agroforestri dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya,
tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya.
Contoh
: agrisilvikultur, silvopastura, agrosilvopastura.
·
Sub
sistem Agroforestri
Sub-sistem
agroforestri menunjukkan hirarki yang lebih rendah daripada sistem
agroforestri, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Meskipun
demikian, sub-sistem agroforestri memiliki ciri-ciri yang lebih rinci dan
lingkup yang lebih mendalam.
Contoh
: dalam system agroforestri agrisilvikultur masih terdapat beberapa sub system
seperti tanaman lorong (alley cropping ) , tumpangsari .
·
Praktek
Agroforestri
Praktek dalam agroforestry lebih
menjurus kepada operasional pengelolaan lahan yang khas dari agroforestry yang
murni didasarkan pada kepentingan/kebutuhan ataupun juga pengalaman dari petani
lokal atau unit manajemen yang lain, yang didalamnya terdapat komponen-komponen
agroforestry.
Contoh : penanaman pohon-pohon
turi di persawahan di Jawa.
·
Teknologi
Agroforestri
Merupakan
inovasi atau penyempurnaan melalui intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem
atau praktek-praktek agroforestri yang sudah ada untuk memperoleh keuntungan
yang lebih besar.
Contoh
: pengenalan mikoriza atau teknologi penanganan gulma dalam upaya
mengkonservasikan lahan alang-alang ke arah sistem agroforestri yang produktif.
C. Klasifikasi
berdasarkan masa perkembanganya
·
Agroforestri
tradisional
Menurut
Thaman (1988), mendefinisikan agroforestri tradisional atau sebagai ‘setiap
sistem pertanian, di mana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman
atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu,
sosial-ekonomi dan ekologis
dari keseluruhan sistem (agroecosystem)’
Contoh
: pekarangan berbasis pohon
·
Agroforestri
Modern
Agroforestri
modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon
komersial dengan tanaman sela terpilih.
Berbeda
dengan agroforestri tradisional/klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen
utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem
tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam
agroforestri modern
Contoh : berbagai model
tumpangsari dan penanaman tanaman peneduh
pada perkebunan kakao atau kopi
D. Klasifikasi
berdasarkan zona agroekologi
Di Indonesia ,klasifikasi seperti
ini didasarkan pada zona klimatis utama yang terdapa 4 wilayah .
·
Zona
Monsoon (di Jawa dan Bali)
Zona
ini dicirikan oleh batas yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan
(separo tahun). Seperti contoh tanaman kayu jati akan menggugurkan daunnya pada
saat musim kemarau.
DiIndonesia,
wilayah ini secara umum lebih subur dibandingkan wilayah tropis lembab (apalagi
di Indonesia wilayah monsoon yaitu Jawa memiliki banyak gunung berapi).
·
Zona Tropis lembab
(Sumatera,Kalimantan dan sulawesi)
Ekosistem
ini memiliki karakter biofisik penting antara lain tingginya curah hujan dan
kelembaban udara. Topografi berbukit-bukit dengan dominasi jenis tanah podsolik
merah kuning yang memiliki kesuburan (dan berarti daya dukung lahan) yang rendah.
Ekosistem
tropis lembab menempati kawasan hutan yang terluas di Indonesia, tersebar dari
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Meskipun
ekosistem tropis lembab sering disebut dengan Mixed Dipterocarps Forest (karena
dominasi jenis-jenis pohon komersial dari suku Dipterokarpa), akan tetapi
sebutan tersebut lebih ditujukan bagi Hutan Tropis Lembab Dataran Rendah (Lowland
Dipterocarps Forests). Di samping itu masih ada Hutan Tropis Lembab Dataran
Tinggi (termasuk di dalamnya yang disebut Hutan Pegunungan) dan formasi-formasi
edafis seperti misalnya hutan rawa (swamp forests) serta hutan payau (mangrove
forests).
·
Zona kering atau semi
arid (Nusa Tenggara)
Wilayah
ini mencakup kawasan NTT, NTB, sebagian Bali dan Jawa Timur sebagian Sulawesi
Selatan/Tenggara dan sebagian Papua bagian selatan. Ciri khas daerah ini adalah
perbedaan musim hujan dan kemarau yang sangat menyolok. Keseimbangan air (water balance) yang
khas di daerah ini menuntut pemilihan pola dan jenis tanam yang memadai.
Petani umumnya mengusahakan tanaman pangan
hanya dalam musim hujan. Dalam musim kemarau tidak ada peluang
untuk mengusahakan tanaman semusim kecuali di daerah yang ada
irigasinya. Biasanya pada musim kemarau masyarakat mengusahakan pemeliharaan
ternak. Dengan demikian tanaman atau pohon dan semak penghasil pakan
ternak merupakan salah satu pilihan penting.
·
Zona Kepulauan
Ciri
utama pada zona kepulauan adalah lahan terbatas dengan kemiringan yang tinggi,
berbatu atau berpasir serta sangat rentan terhadap erosi dan longsoran atau
pergerakan tanah jika terjadi hujan lebat, apalagi jika penutupan tanah sangat
rendah baik oleh vegetasi alami maupun vegetasi buatan.
Di
zona kepulauan di kawasan Nusa Tenggara, umumnya kontras terdapat tanaman
pantai dan tanaman di kawasan pegunungan. Konservasi tanah, pemeliharaan ternak
dan pengembangan tanaman kelapa di kawasan pantai menjadi ciri utama penanganan
ekosistem pertanian dan upaya memperoleh pendapatan. Akhir-akhir ini di kawasan
pantai, tanaman kelapa mulai dikombinasikan dengan tanaman perkebunan seperti
coklat, cengkeh dan vanili tergantung pada tingkat curah hujan. Tanaman kelapa
dipadukan pula dengan pisang dan ubi-ubian yang menjadi pola menu utama pangan masyarakat
pantai tradisional.
·
Zona Pegunungan
Zona
pegunungan umumnya mempunyai iklim yang lebih dingin dan basah. Agroforestri
biasanya dikaitkan dengan pengembangan hortikultura seperti sayuran dan
buah-buahan. Kontras dengan dataran rendah, jenis ternak di kawasan pegunungan
terbatas.
Kawasan pegunungan umumnya ideal untuk
tanaman buah-buahan dan sayuran. Wanatani bisa merupakan perpaduan
antara tanaman buah-buahan dengan sayuran atau dengan tanaman pangan.
Beberapa pohon berkayu yang juga dapat dijumpai di wilayah pegunungan
seringkali menjadi bagian dari sistem agroforestri yang dikembangkan,
misalnya di Papua banyak dijumpai jenis cemara gunung
1. Jelaskan
berbagai pola kombinasi komponen dalam agroforestri dari sudut tata ruang &
dimensi waktu serta berikan contoh masing – masing !
A.
Kombinasi secara tata
ruang
Penyebaran berbagai
komponen, khususnya komponen kehutanan dan pertanian, dalam suatu sistem
agroforestri dapat secara horizontal (bidang datar) ataupun vertical.
·
Penyebaran secara
horizontal
Penyebaran
secara horizontal ditinjau dari bidang datar pada lahan yang diusahakan untuk
agroforesti (dilihat dari atas, sebagaimana suatu potret udara). Penyebaran
komponen penyusun agroforestri secara horizontal memiliki berbagai macam
bentuk, sebagai berikut:
1) Pohon-pohon
tumbuh secara merata berdampingan dengan tanaman pertanian, baik sifatnya
temporer (misalkan dalam sistem tumpangsari) ataupun permanen (dalam hal ini
bisa berbentuk berbagai tanaman campuran atau plantation crops and other
crops). Penanaman ini yang disebut dengan istilah ‘sistem jalur berselang’
(alternate rows);
2) Tegakan
hutan alam (biasanya bekas tebangan atau logged-over area) yang ditebang
jalur untuk penanaman tanaman keras komersial. Termasuk dalam kombinasi yang
kedua ini adalah sistem ‘jungle shading’ yang pernah diuji coba pada
perkebunan kakao (Cacao theobroma) di Jahab (Kaltim);
3) Mirip
dengan model jalur berselang hanya saja lahan di sini digunakan lebih intensif.
Pohon-pohon yang kecil dan mudah dipangkas atau dapat segera dijarangi ditanam
di antara pohon-pohon komersial besar dan tanaman pertanian. Contoh antara lain
penanaman lamtoro gung dalam sistem tumpangsari di hutan jati di Jawa.
4) Beberapa
jenis pohon yang cepat tumbuh dan cepat menyebar (umumnya dari suku Leguminosae
atau Fabaceae) ditanam di sepanjang garis kontur pada daerah-daerah
lereng untuk menghindarkan erosi (shelterbelt). Pohon ini seringkali
dikombinasikan dengan rumput-rumputan yang sekaligus digunakan sebagai pakan
ternak.
5) Suatu kombinasi antara agrisilvikutur dan
silvopastura, di mana pohonpohonan atau perdu-perduan berkayu ditanam di
sekeliling lahan pertanian agar berfungsi sebagai pagar hidup (border tree
planting);
6) Tegakan
pohon atau perdu tumbuh tersebar secara tidak merata pada lahan pertanian.
Dalam hal ini, tidak ada model distribusi yang sistematis (model acak atau random).
Contoh nya adalah permudaan alam pada hutan sekunder selama masa bera dalam
kegiatan perladangan berpindah.
7) Pohon-pohonan
(tumbuhan berkayu) dan tanaman pertanian ditanam dalam bentuk jalur/lorong.
Fungsi utama pohon-pohonan (tumbuhan berkayu) adalah sebagai pelindung bagi
tanaman pertanian yang ada. Contoh dari desain kombinasi ini adalah berbagai
bentuk tanaman lorong.
8) Tegakan
pohon atau perdu berkayu tumbuh secara berkelompok (cluster) pada suatu
lahan pertanian (atau lahan yang diberakan/diistirahatkan). Komponen pohon,
perdu dan lain-lainnya dapat hadir secara alami (dan selanjutnya dipelihara)
maupun sengaja ditanam (dibudidayakan). Contoh untuk pola ini adalah sistem
kebun hutan tradisional (traditional forestgardens);
9) Pohon
atau perdu berkayu ditempatkan di sekeliling petak atau ditempatkan pada
sisi-sisi petak yang disebut sebagai trees along border atau sistem
kotak (box system). Contoh percobaan pada perkebunan kakao di Kalimantan
Timur.
·
Penyebaran secara
vertical
Penyebaran
vertical dilihat dari struktur kombinasi komponen penyusun agroforestri
berdasarkan bidang samping atau penampang melintang (cross-section).
Yang terlihat bukan hanya strata kombinasi, tetapi juga kemerataan distribusi
masing-masing jenis. Keseluruhan dari penyebaran horizontal di atas juga dapat
dikombinasikan dengan penyebaran vertikal, yaitu:
1)
Merata
dengan beberapa strata
Di mana
komponen kehutanan dan pertanian tersebar pada sebidang lahan dengan strata
yang sistematis. Kondisi ini umumnya dijumpai pada bentuk-bentuk agroforestri
yang modern dan berskala komersial.
Contohnya pohon
karet ditanam berbaris teratur dan ubikayu ditanam dalam lorongnya.
2) Tidak merata
Di
mana komponen kehutanan dan pertanian tersusun dalam strata yang tidak
beraturan (acak/random) pada sebidang lahan. Struktur tidak merata lebih
banyak dijumpai pada agroforestri tradisional yang lebih polikultur. Struktur
ini sangat berkaitan dengan diversitas (diversity), atau aspek
kelimpahan jenis (species richness) dan kemerataannya (eveness).
Contoh
terdiri dari kelapa, kayu manis, pisang, pepaya, surian dan kapulaga .
B. Kombinasi
menurut dimensi waktu
Pengkombinasian
secara tata waktu dimaksudkan sebagai durasi interaksi antara komponen
kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan. Kombinasi tersebut tidak selalu
nampak di lapangan, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa suatu
bentuk pemanfaatan lahan tidak dapat dikategorikan sebagai agroforestri.
Contoh :
·
Kebun rotan pada
masyarakat Dayak di Kalimantan yang dikategorikan sebagai agrisilvikultur. Bagi
yang tidak memahami sistem pola perladangan akan sulit mengkategorikannya
sebagai agroforestri. Padahal, masa bercocok tanam padi hanya berkisar 1-3
tahun, sedangkan masa budidaya rotannya (dari penanaman hingga tidak produktif
lagi dan diubah kembali menjadi ladang) bisa mencapai puluhan tahun
·
Hutan jati di Jawa
pada umur di atas lima tahun, pada umumnya tidak lagi dapat dijumpai tanaman
palawija sebagai tanaman sela (tumpangsari), sehingga murni sebagai ekosistem
hutan tanaman.
Kombinasi agroforestri menurut kombinasi waktu dapat
dibedakan menjadi 2 , yaiitu :
1) Kombinasi
permanen
Terdiri
dari komponen kehutanan dengan paling sedikit satu dari komponen pertanian dan
peternakan.Dalam kombinasi ini dapat di temukan 3 kemungkinan :
·
Kombinasi komponen
kehutanan, pertanian, dan peternakan berkesinambungan selama lahan digunakan (co-incident).
Sebagai contoh, berbagai bentuk kebun pekarangan (home gardens) yang
dapat dijumpai di banyak wilayah nusantara.
·
Pemeliharaan
tegakan/pohon-pohon secara permanen pada lahan-lahan pertanian sebagai sarana
memperbaiki lahan, tanaman pelindung, atau penahan air. Sebagai contoh,
penanaman pohon-pohon turi (Sesbania grandifora) pada pematang-pematang
sawah di Jawa, pohon pelindung pada perkebunan komersial (kopi, kakao);
·
Pemeliharaan/penggembalaan
ternak secara tetap (berjangka waktu tahunan) pada lahan-lahan
hutan/bertumbuhan kayu, tanpa melihat pada umur tegakan. Contoh–contoh dapat
dijumpai pada wilayah-wilayah kering/semi arid.
3) Kombinasi
sementara
·
Penggembalaan ternak
atau kehadiran hewan di kawasan berhutan/bertumbuhan kayu hanya dilakukan pada
musim-musim tertentu (continous interpolated). Contoh kehadiran berbagai
satwa hutan (terutama jenis-jenis burung) di kebun-kebun hutan dan kebun
pekarangan pada saat musim buah (khususnya bulan-bulan Desember hingga Maret)
·
Penggembalaan ternak
atau kehadiran hewan di kawasan berhutan/bertumbuhan kayu pada awalnya dibatasi
dengan pertimbangan keselamatan permudaan. Akan tetapi dengan pertambahan umur
tegakan, pembatasan ini semakin diperlonggar.
·
Di Sahel (satu kawasan
di Afrika), pohon Acacia albida tumbuh permanen pada lahan usaha dan
pada musim hujan memberikan perlindungan dan pupuk hijau bagi tanaman gandum.
Pada musim kering menghasilkan buah sebagai makanan ternak yang juga digembalakan
pada lahan tersebut.
·
Pemanfaatan secara
periodik lahan-lahan pertanian untuk produksi kayu
·
Setelah persiapan
lahan kawasan hutan/kebun, petani diperkenankan menggunakannya sementara untuk
tanaman sela musiman dan sekaligus memelihara tanaman pokok kehutanan. Setelah
3-5 tahun, maka usaha pertanian harus dihentikan. Pemanfatan tumpang tindih
seperti ini dijumpai luas pada sistem-sistem tumpangsari (taungya) baik
di Jawa (di hutan Jati) atau di luar Jawa;
·
Pemakaian lahan secara
bergantian antara kehutanan dan peternakan.
2. Apakah
manfaat memahami pengklasifikasian dan/atau pola kombinasi komponen yang
menyusun agroforestri !
Pengklasifikasian
membantu dalam menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestri yang
dijumpai di lapangan secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan
manfaatnya bagi masyarakat atau para pemilik lahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Sardjono, Mustofa Agung , dkk.2003.Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office . Bogor